Permalukan Thomas Mueller, Kompany Dituding

Permalukan Thomas Allianz Arena menjadi saksi drama yang tak hanya soal skor akhir. Bayern Munich ditahan imbang 1-1 oleh Celtic, tapi sorotan utama bukanlah hasil pertandingan, melainkan keputusan Vincent Kompany yang mencadangkan sosok ikonik Bayern, Thomas Mueller LGOACE. Sang legenda hanya dimainkan di detik-detik akhir—tanpa sempat menyentuh bola.
Mueller bukan sekadar pemain biasa di Bayern. Ia adalah bagian dari DNA klub, wajah yang selalu ada dalam momen-momen besar. Namun, di laga ini, ia hanya diberi peran figuran. Keputusan yang memicu perdebatan.
Jalannya Pertandingan: Kejutan dan Kontroversi
Laga berlangsung panas. Celtic mengejutkan publik dengan gol cepat Nikolas Kuhn di awal babak kedua. Bayern yang terus menekan akhirnya menyamakan kedudukan lewat gol Alphonso Davies di menit-menit terakhir.
Di atas kertas, Bayern lolos ke babak 16 besar dengan agregat 3-2. Tapi di luar lapangan, narasi lain berkembang: keputusan Kompany dalam mengatur strategi, khususnya soal Mueller, dipertanyakan banyak pihak.
Setelah Davies mencetak gol penyama kedudukan, Kompany memutuskan untuk memasukkan Mueller di menit-menit akhir. Keputusan yang tak banyak berdampak pada jalannya pertandingan, karena sebelum Mueller sempat menyentuh bola, peluit panjang sudah dibunyikan. Sebuah ironi bagi pemain yang telah menghabiskan seluruh kariernya di klub ini.
Permalukan Thomas Mueller, Hanya Kameo di Drama Bayern
Keputusan untuk mencadangkan Mueller sepanjang laga dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap pemain yang telah membuktikan loyalitasnya. Ketika akhirnya ia masuk menggantikan Jamal Musiala di injury time, pertandingan sudah di ambang akhir. Dan sebelum Mueller sempat menyentuh bola, wasit meniup peluit panjang.
Legenda Bayern dan Timnas Jerman, Lothar Matthaeus, bereaksi keras. Baginya, Kompany seperti melupakan siapa Mueller sebenarnya. Seorang pemain yang bukan hanya bagian dari sejarah klub, tapi juga simbol kesetiaan dan kejayaan Bayern Munich.
Para penggemar pun tak tinggal diam. Media sosial dipenuhi dengan kekecewaan dan kritik. Bagi banyak pendukung Bayern, ini bukan sekadar soal taktik, tapi juga soal penghormatan kepada seorang legenda.
Mueller, Lebih dari Sekadar Pemain
Tidak ada yang bisa meragukan kontribusi Mueller di Bayern. Ia adalah pemain yang bertahan sejak debutnya pada 2008 dan menjadi bagian dari setiap kisah sukses klub. Angka-angka ini berbicara lebih dari cukup:
- 737 pertandingan di semua kompetisi.
- 247 gol dan 272 assist—angka yang sulit ditandingi.
- 32 gelar juara, termasuk:
- 12 Bundesliga
- 2 Liga Champions
- 2 kali treble winner (2013 dan 2020).
Dengan rekam jejak seperti itu, bagaimana mungkin ia hanya diberi peran figuran di klub yang ia bela dengan sepenuh hati?
Mueller adalah sosok yang tetap rendah hati dan profesional. Tak ada komentar pedas darinya usai laga. Tapi diamnya justru berbicara banyak. Ia paham situasi ini, tapi pertanyaannya, sampai kapan ia bisa terus menerima perlakuan seperti ini?
Permalukan Thomas Masa Depan Mueller: Bertahan atau Pergi?
Keputusan Kompany memberi sinyal bahwa era Mueller di Bayern bisa saja mendekati akhir. Minimnya menit bermain memunculkan spekulasi soal masa depannya. Apakah ini pertanda bahwa Bayern mulai bergerak ke arah baru? Ataukah hanya strategi sesaat?
Beberapa klub Eropa dikabarkan siap menampung Mueller jika ia memilih mencari tantangan baru. Namun, hingga saat ini, ia tetap menunjukkan profesionalisme tinggi, tetap tegak sebagai bagian dari Bayern, tanpa satu keluhan pun.
Dari sisi bisnis, Bayern tentu harus berpikir jauh ke depan. Regenerasi adalah hal yang tak bisa dihindari. Tapi menggusur legenda tanpa penghormatan yang layak bisa menjadi blunder besar. Loyalitas fans bisa tergerus jika klub terlihat abai terhadap ikon mereka sendiri.
Kesimpulan: Sebuah Simbol yang Tak Boleh Dihapus
Keputusan Kompany dalam laga melawan Celtic bukan sekadar strategi, tapi juga pernyataan. Mueller, seorang legenda hidup, dibuat hanya sebagai cameo dalam laga penting. Kritik pun bermunculan, mempertanyakan apakah ini cara yang pantas untuk memperlakukan sosok sebesar Mueller.
Ia bukan sekadar pemain. Ia adalah identitas, sejarah, dan simbol kejayaan Bayern Munich. Pertanyaannya kini: akankah Bayern tetap menjadi rumahnya, atau apakah perjalanan panjangnya bersama klub ini sudah mendekati titik akhir?
Sepak bola bukan hanya tentang taktik dan angka, tapi juga soal rasa dan makna. Dan malam itu, di Allianz Arena, banyak yang merasa bahwa makna besar dari kesetiaan dan penghargaan telah dikesampingkan.